Kita
sering menemukan gang sempit bahkan di pinggir jalan raya yang temboknya penuh
dengan coretan-coretan. Atau gedung-gedung tua yang tak lagi terpakai. Umumnya
coretan itu menggunakan cat kaleng yang bisa disebut pylox. Coretan-coretan ini biasa disebut Grafiti atau Mural.
Sebelumnya,
apa sih Grafiti itu?
Seperti
yang biasa kita lihat, Mural atau Grafiti, ya seperti itu. Coretan-coretan yang
terdapat di dinding. Kadang bikin sakit mata, dan bikin kita ngebatin “ini apaan seh, ngotor-ngotorin aja!” tapi
tak jarang kita menemui grafiti yang mengandung pesan cukup menggelitik dan
bikin mata adem.
Menurut Wikipedia Grafiti (juga dieja graffity atau graffiti) adalah coretan-coretan pada dinding yang menggunakan komposisi warna, garis, bentuk, dan volume untuk menuliskan kata, simbol, atau kalimat tertentu. Alat yang digunakan pada masa kini biasanya cat semprot kaleng. Sebelum cat semprot tersedia, grafiti umumnya dibuat dengan sapuan cat menggunakan kuas atau kapur.
Tak
ada yang terlalu mahal untuk sesuatu yang kita minati.
Nah, di
Bekasi, tepatnya daerah kawasan Gobel - Cibitung, terdapat sebuah gedung tua
yang belakangan jadi pusat perhatian anak muda yang tak hanya berasal dari
Bekasi saja. Gedung tua ini terlihat biasa saja. Tidak ada hal menarik, apalagi
kalau masuknya harus bayar sampe 10.000/orang. (he-eh, saya kaget pas tahu
bayarnya sampe segitu..huhhhu)
Namun ketika
saya masuk, saya menyaksikan ada yang berbeda dengan gedung tua Gobel ini. Saya
melihat mural atau grafiti yang tidak sedikit. Setelah menyusuri gedung beberapa
saat, saya melihat ada beberapa anak yang sedang melakukan aksinya, “coret-coret” dinding.
Sebut
saja namanya Aal. Seorang ABG tanggung yang kini duduk di kelas 1 SMA. Melihat
perawakannya yang kecil, tadinya saya menduga Aal masih duduk di bangku SMP. Ketika
pengunjung lain asik berfoto ria, Aal dan temannya justru sedang khusyu
memainkan pyloxnya. Beruntung saat saya menghampiri dan dan mengajak ngobrol
mereka tidak merasa terganggu.
Aal
sendiri sudah sejak kelas 3 SMP meminati kegiatan ini. Baginya grafiti adalah
seni, dan bentuk ekspresi diri. Meski terbilang masih kecil, Aal tidak
menyembunyikan kegiatan ini dari orang tuanya, beruntung kedua orang tuanya
tidak melarang kegiatan tersebut.
Saya cukup
kaget ketika tahu bahwa untuk satu grafiti mereka menghabiskan tak kurang dari
Rp 200.000. Fakta tersebut membuat saya tanpa sadar berujar “Gambar gitu doang habis segitu? Apa ngga
buang-buang uang?
Dan jawabannya
membuat saya terpaku sejenak “Tidak ada
istilah terlalu mahal atau buang-buang uang untuk sesuatu yang kita minati”. Wow!
Aal
yang berasal dari Kemayoran - Jakarta, mengetahui tempat ini dari internet, dan
menempuh perjalanan dengan naik kereta, lalu disambung naik elf. Ini sudah kali
kedua baginya menghiasi tembok bangunan tua tersebut. Untuk menggambar di sini,
Aal dan kawannya tidak perlu merasa khawatir karena sudah ada semacam izin tak
tertulis. Lagi pula sudah ada yang lebih dulu menggambar disini, dengan begitu
menurut mereka berarti tidak ada larangan.
Dari Aal,
saya tahu ternyata pelaku grafiti juga ada komunitasnya dan kadang melakukan
kegiatan bersama. Sampai saat ini, tempat terjauh yang dikunjungi Aal untuk
menggambar ya di Bekasi ini. Ada keinginan untuk ke Jogja tapi masih terkendala
biaya.
***
Grafiti
banyak digunakan sebagai bentuk pemberontakan, eksistensi diri atau kelompok,
dan kadang jadi media protes atas ketidak puasan terhadap keadaan sosial,
makanya sering dijumpai di tempat umum agar tujuan mereka tercapai.
Mereka yang menekuni grafiti ini
biasa disebut bomber. Karena grafiti banyak digunakan sebagai ajang aktualisasi
diri, maka tak heran kadang penampilan merupakan salah satu poin penunjang yang
tak kalah penting, seperti pemilihan sepatu. Penampilan yang nyaman akan membuat
bombers lebih bebas berekspersi. Misalnya dengan menggunakan Skechers yang terbukti kenyamanannya.
Memang
sih kita menganggap sebagian karya para bomber ini merupakan bentuk Vandalisme.
Alasannya, coretan itu merusak keindahan dan bikin kotor. Karena tidak jarang,
yang kita lihat hanya berupa coretan tak beraturan, tagging tak jelas, sandi
yang hanya dimengerti oleh kelompoknya, dan gak ada nyeni-nyeninya. Hahhaah. Itu
pemikiran saya lho. Tapi nyeni gak nyeninya suatu karya tergantung perspektif
penikmatnya masing-masing.
Bagaimanapun,
grafiti merupakan salah satu bentuk penyaluran jiwa seni yang tetap harus
dihargai. Karena faktanya tak sedikit seniman yang mengawali kariernya melalui
grafiti. Persis seperti yang dikatakan Aal, kalau sudah mahir, seorang bomber
bisa jadi seniman terkenal. Dipanggil untuk menggambar secara khusus suatu
bangunan seperti cafe, atau bahkan di undang hingga ke luar negeri. Seperti Adi
Dharma, seniman grafiti yang dikenal dengan nama Stereoflow, ada Darbotz,
Farhan Siki, Soni lrawan, dan Tutu.
Jadi menurut
teman-teman, grafiti itu seni atau vandalisme?
wah keren tuh yang Alloh ada dimana2, jadi kalo misalkan tu dinding ada di pojokan terus ada yang mau ngelakuin hal negatif, kan bisa jadi pengingat hehe
BalasHapusHahah.. Iya.
Hapussepertinya ini memang agak menyindir, soalnya tempatnya agak2 gimanaa gituu.. Wkwk
baru tau ada tmpt begini. kreatifitas selama positif ya sah..sah aja sih asal ada wadah, ga ngerusak fasilitas umum di masyarakat
BalasHapusIya. Asal jangan asal coret aja sih. Saya juga suka ngeliatin klw rapi dan nyeni. Tapi penilaian orang tentang seni itu kan beda beda yak.. Qkqk
HapusAku suka banget grafiti, betah berlama-lama buat menikmati setiap detailnya.
BalasHapusAku juga suka mba. Tapi klw yang asal coret apalagi ditempat yang tidak seharusnya, ya agaj ganggu juga sih
HapusIya betull sekali kakak.. Banyak gedung tua yang monoton. Begitu dikasih grafiti jadi makin apik... Di Situbondo masih dikit tu grafiti.
BalasHapusMas uwan dong coba gerakin.. Hahah
HapusGraffity aq ga bgtu suka ya, aq sukanya lbh ke Street Art 3 D, keren bgdd itu mah, tpi di Indonesia blm pernah liat yg booming nya
BalasHapusKebanyakan pelaku grafiti bermula dari keisengan dan tanpa bekal ilmu seni lukis atau gambar, jadi terkesan asal. Tapi yang sudah mahir juga banyak
Hapus